Rabu, 14 Januari 2015

Ketika arti rindu adalah dia

Seseorang yang ku kenal pernah mengatakan ini, bahwa tidak ada alasan menangisi seseorang yang tidak mengetahui isi hatimu. "Alasan bahwa mencintainya lebih dalam tidak sama sekali membenarkan air matamu jatuh setiap saat," katanya.

Kalimat-kalimat itu seperti meruntuhkan kekuatanku selama ini. Susunan katanya seperti mengaburkan semua hal yang ku lakukan. Tentang kerinduan yang tiap malam ku tangisi dan tentang perasaan yang ku anggap sebagai oksigen dimana setiap hari membantuku bernafas, seketika itu aku seperti kehilangan semuanya.

Jelas bahwa aku menemui batas jenuhku. Umm,, mungkin lebih tepatnya aku menemui pencerahan yang tepat. Memang agak sedikit terlambat bahwa aku mulai menemui ujung benang merah yang terlanjur mengusut bertahun-tahun dan aku hidup dengan hanya memeganginya. Dan entah dari mana kekuatan untuk mulai menarik ujungnya ku dapati. Sambil terus menariknya, secara bersamaan semua hal yang terjadi  sebelum hari ini tiba menghampiri dan meragukan jemari-jemariku lagi. Iyah, aku masih bisa merasakan bagaimana melewati malam-malam yang seperti hantu itu. Aku juga masih bisa merasakan ruang kosong yang hanya ku sediakan untuk sesuatu yang ku yakini didirinya. Hanya saja aku masih tidak percaya bahwa aku lebih berani melihat sisi lainku yang menyedihkan saat ini.

Lalu kemudian aku menyadarinya, bagaimana sesuatu yang tidak pernah dimulai bahkan bisa memiliki akhir? Aku mengulanginya terus menerus. Aku bahkan terlupa bahwa telah sampai di titik ini.Tidak ada yang pernah dimulai sebelumnya, lalu apa yang bisa ku harapkan? Aku bisa mendengar kalimat itu ditengah-tengah penantianku. 

Sampai ketika secara tidak sengaja aku bertemu dengan wajah yang sangat ku kenali berdiri di hadapanku. Ia menangis, Ia mengatakan bahwa sudah selesai semuanya. Bahwa aku hanya terobsesi pada cinta kecil yang masih saja ku bawa-bawa. Ia mengatakan bahwa sudah saatnya melanjutkan hidup. Ia terus menangis, tapi binar dimatanya berbeda. Sesaat sebelum ku sadari bahwa aku sedang berbicara pada diriku sendiri adalah aku melihatnya tersenyum. 

Cinta yang selalu ku ceritakan pada akhirnya ku sadari sebagai cinta remaja yang hanya bisa tumbuh waktu dulu saja. Cinta yang terlihat kekanak-kanakan yang sudah tak seharusnya ku paksakan lagi kehadirannya. Aku memaksakan hatiku tanpa bertanya lebih dulu apakah ia terluka. Aku mengabaikan beberapa hal dan melanggarnya. Tidak seharusnya ku paksakan hatiku jika sejak awal sudah ku tahu bahwa aku hanya memiliki keberanian menyukainya sebanyak yang ku mau tanpa keberanian mengatakannya. 

Dan tulisan ini... entahlah dengan maksud apa. Hanya saja aku menemuinya lagi dalam mimpi beberapa hari yang lalu. Mungkin karena aku merindukan sosok hangatnya. Atau hal lain yang dulu pernah membuatku jatuh cinta padanya. 

Sudah ku selesaikan cinta kecilku. Iyah, seharusnya sudah dari jauh-jauh hari. Aku hanya ingin mengatakan bahwa saat ini, aku jauh lebih baik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar