Rabu, 31 Desember 2014

Happy born day Ibu

Tidak akan pernah cukup syair pujian yang menggambarkan sosok ibu bagi setiap orang. Tentang bagaimana pengorbanan beliau dari mulai mengandung, sampai melahirkan dan membesarkan kita sampai hari ini, belum ada kalimat yang cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih tiap anak kepada ibundanya. Kita semua pasti memiliki cerita yang berkesan tentang ibu, entah bagaimana ketika mengingat semuanya rasa lelah, putus asa dalam perantauan, menjadi hilang. Sedikit pengantar tentang ibu, hari ini saya akan bercerita banyak hal tentang bagaimana ibunda saya memperjuangkan kelahiran saya dan menyemangati masa kecil saya yang harus tiap bulan bolak-balik ke rumah sakit.

Ketika saya berulang tahun beberapa tahun lalu, sambil membelai menemani saya tidur malam itu beliau bercerita tentang kebahagiaannya mengandung anak keduanya (saya). Beliau sangat bersemangat menjaga kesehatannya demi pertumbuhan saya yang masih dalam kandungan ketika itu. Namun ada bagian yang membuat dada saya begitu sesak ketika beliau bercerita bahwa ketika mengidam adalah saat-saat yang sangat menakutkan. Tidak sama dengan wanita hamil pada umumnya, ibunda saya tiap beberapa jam sekali akan memuntahkan gumpalan cacing yang entah dari mana asalnya. Mata beliau memerah ketika bercerita itu sambil terus membelai rambut saya.

"Cacing, Bu? Lalu bagaimana Ibu bertahan?" tanyaku polos. Ibu melanjutkan ceritanya bahwa ia sangat menginginkan anak yang dikandungnya (saya) lahir dengan selamat. Bahkan ketika beliau harus menutup matanya kuat-kuat untuk tidak melihat cacing-cacing itu keluar dari mulutnya, beliau masih tetap bersikeras untuk mempertahankan saya. Dan kalimat yang selalu membuat saya merasa durhaka sebagai anak yang diperjuangkan dengan susah payah adalah ketika beliau mengatakan bahwa ia ikhlas jika sampai 6 bulan kemudian untuk memuntahkan cancing, asalkan anak yang dikandungnya selamat. "Ibu selalu yakin kamu bisa menjadi kebanggaan Ibu, entah dengan cara apapun," tutupnya. Kalimat terakhir ibu itu membuat saya benar-benar tidak bisa lagi menahan diri. Sembari memeluk, kami terisak beberapa saat.  

Tidak berhenti pada saat ibunda saya dengan masa-masa sulitnya ketika mengidam, ketika saya lahir pun merupakan saat-saat yang sangat berat bagi ayah dan ibu ketika itu. Terlahir dengan titipan penyakit, setiap bulan saya harus bolak-balik untuk memeriksakan diri. Sampai ketika satu tahun lalu setelah menjalani operasi, saya setengah terbangun dengan tangisan Ibu yang tepat duduk disebelah ranjang saya. Beliau menangis membangunkan saya. Ia menahan dokter dan beberapa suster menanyai mereka berulang-ulang mengapa anak saya lama sekali sadarnya. Timbul tenggelam suara beliau di telinga saya ketika itu.

Sebenanrnya saya bisa mendengar beliau, saya bisa merasakan beliau menggoyang-goyangkan lengan saya, namun entah mengapa mata saya berat sekali untuk terbuka. Saya terus saja mendengar beliau menangis di balik telepon. Ayah masih berada di luar kota ketika itu. Sampai saya benar-benar tidak bisa lagi mendengar suara Ibu, dan entah berkelana ke alam mana. Namun sesaat kemudian saya mendengar bacaan-bacaan ayat yang biasa saya dengar. Tidak hanya itu, saya juga mengenali suara yang timbul tenggelam itu. Beberapa saat kemudian saya mulai bisa merasakan genggaman dingin yang erat sekali. Dan ketika saya membuka mata beberapa jam setelah operasi seketika itu beliau menjadi histeris dan memeluk saya berkali-kali.

Beliau menjadi lebih sensitif setelah saya menjalani operasi setahun yang lalu itu. Ia lebih sering memeluk saya, dan lebih sering menemani saya. Beliau akan menangis hanya karena saya mengikuti perkemahan sekolah. Beliau tersedu-sedu dibalik telepon mengatakan kerinduannya. Mengingat hal itu kadang merenyuhkan hati saya. 

Kehilangan anak pertama membuat Ibu saya menjadi sangat dekat dengan kakak perempuan saya satu-satunya, terutama dengan saya sendiri. Mereka memperlakukan kami layaknya putri yang semua kebutuhan kami adalah hal yang tidak boleh tidak terpenuhi menurut Ayah Ibu. Tumbuh menjadi anak dengan kasih sayang yang tidak terhingga, tidak menghilangan peraturan-peraturan yang harus kami ikuti. Ayah Ibu mendidik kami layaknya orang tua kepada anak, kakak kepada adik, dan layaknya sahabat kepada sahabat. Tanggung jawab, kejujuran, dan agama merupakan salah satu yang tidak boleh ada pengecualian dalam keluarga kami.  Dan semua hal dalam kendali Ibu. Ibu menjadi jantung keluarga kami.

Ibu di keluarga kami adalah malaikat yang selalu berusaha kami jaga hatinya. Seperti Ayah memperlakukan Ibu, kami pun seperti itu. Dan hari ini, khusus ucapan terima kasih kami (ayah, akka, adek) untuk malaikat kami tercinta (ibu) dihari lahir beliau.

"Selamat Ulang tahun Ibu kami, kecintaan kami, kesayangan kami..
Maaf karena keberadaan anak-anakmu yang jauh sehingga hanya bisa mengirimi beberapa hadiah tanpa bisa memberi pelukan..
Ibu kami, kesayangan kami, terima kasih untuk tetap sehat hingga hari ini.. tetap mengurusi kami, menyayangi kami, yang mendoakan kami, yang melakukan banyak hal yang mungkin tidak pernah kami duga telah engkau lakukan... Untuk semua itu terima kasih kami, Ibu...
Tetaplah sehat, karena kami (anak-anakmu) dalam perjalanan menjadi yang terbaik untukmu, yang sedang berjuang menjadikan mimpi-mimpi yang Ibu inginkan terwujud...
Semoga Allah terus melimpahkan kesehatan, dan keselamatan padamu, Ibu..
Selamat ulang tahun dari jauh,, semoga tetap dalam lindugan Allah SWT,, Amin..
Kami menyayangimu Ibu..." 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar